Berbagi informasi seputar kegiatan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan daya baca masyarakat dan memberikan inspirasi dari kegiatan yang telah berlangsung. Beberapa kegiatan yang akan diliput media ini berupa Konfrensi Pers, Seminar, Kegiatan Umkm dan Pelatihan.

Minggu, 19 Oktober 2025

MK Putuskan Masyarakat Adat Boleh Buka Lahan di Kawasan Hutan Tanpa Izin, Asal Tak untuk Komersial

JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa masyarakat adat diperbolehkan membuka lahan perkebunan di kawasan hutan tanpa harus mengantongi izin berusaha dari pemerintah pusat. Putusan ini berlaku selama aktivitas tersebut tidak ditujukan untuk kepentingan komersial.


Keputusan itu termuat dalam putusan perkara Nomor 181/PUU-XXII/2024, yang merupakan hasil uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.


Dalam amar putusannya, MK menyatakan bahwa Pasal 17 ayat (2) huruf b dalam Pasal 37 angka 5 Lampiran UU Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, sepanjang tidak dimaknai pengecualian bagi masyarakat adat.


“Sepanjang tidak dimaknai ‘dikecualikan untuk masyarakat yang hidup secara turun-temurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial’,”

kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2025).





Pasal yang diuji sebelumnya menyebutkan, “setiap orang dilarang melakukan kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa perizinan berusaha dari pemerintah pusat.”


Namun, berdasarkan putusan MK, ketentuan tersebut tidak berlaku bagi masyarakat adat yang hidup turun-temurun di kawasan hutan dan melakukan kegiatan perkebunan untuk kebutuhan hidup sehari-hari.



Hakim Konstitusi Enny Nuraningsih menjelaskan bahwa larangan membuka lahan perkebunan tanpa izin harus dikecualikan bagi masyarakat yang hidup di dalam hutan secara turun-temurun dan tidak untuk tujuan komersial.


“Ketentuan Pasal 17 ayat (2) huruf b ... adalah tidak dilarang bagi masyarakat yang hidup secara turun temurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial,”

ujar Enny dalam pembacaan pertimbangan hukum.




Enny menegaskan bahwa norma ini merupakan kelanjutan dari Putusan MK Nomor 95/PUU-XII/2014, yang sebelumnya telah memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat hukum adat dalam mengelola hutan untuk kebutuhan subsisten.


Hanya untuk Kebutuhan Dasar


MK menekankan, kegiatan perkebunan yang dilakukan masyarakat adat hanya diperbolehkan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti sandang, pangan, dan papan. Aktivitas tersebut tidak boleh ditujukan untuk perdagangan atau memperoleh keuntungan ekonomi.


Dengan demikian, masyarakat adat yang membuka lahan untuk kebutuhan hidup tidak dapat dikenai sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 110B ayat (1) UU Cipta Kerja, yang mengatur sanksi bagi pelanggaran izin berusaha di kawasan hutan.


Mahkamah juga menegaskan, izin berusaha sejatinya diperuntukkan bagi pelaku usaha yang menjalankan kegiatan ekonomi berskala komersial. Karena itu, ketentuan tersebut tidak relevan diberlakukan bagi masyarakat adat yang hidup dari hasil alam di wilayahnya sendiri.


Konteks Perlindungan Masyarakat Adat


Putusan ini memperkuat posisi hukum masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam, terutama setelah muncul banyak kasus kriminalisasi terhadap warga yang membuka lahan di kawasan hutan tanpa izin formal.


Menurut data AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara), hingga 2024 masih terdapat puluhan kasus serupa yang menjerat masyarakat adat akibat tumpang tindih aturan kehutanan dan izin usaha.


Putusan MK kali ini diharapkan menjadi landasan hukum yang lebih adil bagi masyarakat adat, sekaligus menjadi acuan pemerintah untuk memperkuat perlindungan terhadap hak-hak mereka.



Sumber: Kompas.com

Diedit oleh: Maz Havid

0 Comments:

Posting Komentar