JAKARTA – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta memperkuat edukasi pengelolaan sampah dan berencana menerapkan sanksi sosial bagi pelaku pembakaran sampah. Langkah ini diambil sebagai upaya menekan polusi udara dan mengurangi mikroplastik yang mencemari udara maupun air hujan.
Kepala DLH DKI Jakarta Asep Kuswanto menjelaskan bahwa masyarakat perlu membiasakan diri memilah sampah organik dan anorganik sejak dari rumah.
> “Yang paling penting adalah membiasakan masyarakat memilah sampah dari sumbernya,” kata Asep dalam media briefing di Balai Kota Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Bangun Budaya Pengelolaan Sampah dari Rumah
Menurut Asep, DLH terus memperluas pengembangan bank sampah dan TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle) di berbagai wilayah Jakarta. Melalui program Satu RW Satu Bank Sampah, Pemprov DKI berkomitmen membangun budaya pengelolaan sampah berkelanjutan di tingkat warga.
> “Program ini bukti nyata komitmen Pemprov DKI Jakarta dalam menanamkan budaya pengelolaan sampah dari rumah,” ujarnya.
Langkah ini diharapkan dapat mengurangi beban Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang sekaligus mendorong masyarakat untuk lebih sadar dalam mengelola sampah rumah tangga.
Dorong Inovasi Teknologi Pengolahan Sampah
Selain fokus pada edukasi, DLH juga memperkuat fasilitas pengolahan sampah skala besar. Jakarta saat ini telah memiliki Refuse Derived Fuel (RDF) di Bantar Gebang dan sedang menyiapkan fasilitas serupa di Rorotan.
> “Langkah ini untuk mengurangi ketergantungan pada TPA Bantar Gebang dan mendorong pengolahan sampah di dalam kota,” kata Asep.
Dalam waktu dekat, Pemprov DKI juga akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang bertujuan mengubah sampah menjadi energi ramah lingkungan. Program ini menjadi bagian dari strategi menuju Jakarta Bebas Sampah 2030.
Prediksi Kualitas Udara hingga 3 Hari ke Depan
Tak hanya menangani persoalan sampah, DLH DKI juga menyiapkan early warning system atau sistem peringatan dini untuk memprediksi kualitas udara dan tingkat polusi hingga tiga hari ke depan.
> “Dengan sistem ini, masyarakat bisa lebih siap melakukan langkah antisipatif, misalnya mengurangi aktivitas di luar ruangan saat polusi tinggi,” jelas Asep.
Sistem ini akan membantu warga Jakarta dalam mengambil keputusan yang lebih aman terkait aktivitas harian, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia.
Terapkan Sanksi Sosial untuk Pembakar Sampah
Meski berbagai upaya dilakukan, Asep mengakui masih terdapat praktik pembakaran sampah terbuka (open burning) di sejumlah wilayah Jakarta. Untuk menimbulkan efek jera, DLH akan menerapkan sanksi sosial terhadap pelaku.
> “Kami akan menampilkan wajah pelaku pembakaran sampah di media sosial DLH agar menimbulkan efek jera,” tegasnya.
Ia menambahkan, pembakaran sampah terbuka dapat menghasilkan polutan berbahaya dan bersifat karsinogenik yang berpotensi menimbulkan penyakit pernapasan.
> “Open burning menimbulkan polusi luar biasa. Karena itu kami harap masyarakat menghentikan praktik ini demi kesehatan bersama,” ujarnya.
Pengawasan Ketat terhadap Industri Pencemar
Selain individu, DLH juga memperketat pengawasan terhadap industri yang melebihi baku mutu emisi.
> “Bagi industri yang menimbulkan pencemaran udara, kami wajibkan menambah alat pengendali seperti scrubber dan memasang alat pemantau emisi. Jika melanggar, kami beri sanksi administratif, denda, bahkan penutupan usaha,” pungkas Asep.
Upaya ini menunjukkan keseriusan Pemprov DKI Jakarta dalam menjaga kualitas udara dan memperbaiki tata kelola lingkungan perkotaan, sejalan dengan target pengurangan emisi karbon dan peningkatan kualitas hidup warga ibu kota.







0 Comments:
Posting Komentar