JAKARTA – Kasus penipuan daring (online scam) yang melibatkan warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri terus meningkat. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mencatat lebih dari 10 ribu WNI terjerat kasus online scam sejak 2020, dengan sebagian besar terjadi di kawasan Asia Tenggara.
Ironisnya, tak sedikit dari mereka yang justru berangkat secara sukarela untuk menjadi bagian dari sindikat penipuan digital, termasuk dalam modus love scam atau penipuan asmara.
> “Dari lebih 10 ribu kasus yang kami tangani, sekitar 1.500 WNI merupakan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Sisanya berangkat secara sukarela karena tergiur gaji tinggi,” ujar Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (20/10/2025).
Modus Online Scam Mirip di 10 Negara
Menurut Judha, modus yang digunakan sindikat online scam di 10 negara, termasuk Kamboja, Myanmar, Laos, serta Uni Emirat Arab (UEA), memiliki pola serupa. Para WNI direkrut dengan janji pekerjaan sebagai “customer service” atau “marketing” dengan gaji antara US$1.000–US$1.200 (sekitar Rp16,5–Rp19,8 juta).
Setelah tiba di lokasi, mereka dipaksa membuat akun media sosial palsu untuk menipu korban di Indonesia.
> “Biasanya mereka membuat akun dengan foto perempuan cantik, lalu menjebak korbannya lewat pendekatan romantis. Setelah korban percaya, barulah muncul modus investasi bodong atau jual-beli palsu,” kata Judha.
Ia juga menambahkan, korban love scam rupanya tidak hanya laki-laki.
> “Bisa jadi yang mengaku perempuan di ujung sana sebenarnya laki-laki. Jadi hati-hati, jangan langsung percaya kalau tiba-tiba ada yang akrab lewat media sosial,” ujarnya mengingatkan.
Sebagian WNI Jadi Pelaku Aktif Penipuan
Kemlu menemukan sejumlah WNI bukan hanya korban, tetapi juga pelaku aktif dalam jaringan penipuan ini.
> “Ada yang secara sadar bekerja sebagai scammer karena merasa itu pekerjaan biasa. Padahal, korban penipuannya juga sesama warga Indonesia,” ungkap Judha.
Dari hasil pemantauan, jaringan online scam yang awalnya berpusat di Kamboja kini menyebar ke 10 negara lain, termasuk Afrika Selatan, Belarus, dan UEA. Sebagian besar pelaku masuk menggunakan visa wisata, bukan visa kerja, sehingga melanggar aturan imigrasi.
> “Tidak ada satu pun dari 10 ribu WNI itu yang menandatangani kontrak kerja di Indonesia. Mereka berangkat tanpa dokumen resmi dan akhirnya overstay,” ujar Judha.
Profil Korban: Berpendidikan dan Usia Produktif
Profil korban love scam ini berbeda dari korban TPPO tradisional. Menurut Judha, mayoritas berusia 18–35 tahun, berpendidikan tinggi, bahkan ada yang bergelar master.
> “Mereka bukan dari daerah terpencil, tapi tertipu oleh iming-iming gaji tinggi dan kemudahan kerja,” tambahnya.
---
Editor: Maz Havid













